30 Desember 2008

Pertanyaan-pertanyaan Klise..

Berkali-kali dalam berbagai kesempatan saya disodori pertanyaa-pertanyaan klise bagi saya, klise karena pertanyaan itu sudah terlalu sering mampir di telinga saya tapi bagi si penanya itu hal yang menakjubkan. Sampai-sampai saya sering refleks nyeletuk “anda orang ke dua ribu sekian yang nanya begitu”. Apa saja pertanyaan-pertanyaan itu? Ini beberapa diantaranya yang paling sering keluar:
  1. Jadi Bapak kerja di luar kota? Udah lama kerja di luar kota? Terus pulangnya berapa minggu sekali? Berapa lama? Kenapa ngga kerja di Cilacap aja? Kenapa ngga ikut Bapak aja?

Ya, Papa sering kerja di luar kota, tiga tahun belakangan kerja di Banjarmasin. Papa punya kesempatan cuti tiap 6 bulan sekali, sekitar 2 minggu di rumah tiap kali cuti tapi masih belum dikurangi waktu perjalanan. Papa saya lebih sering kerja di luar kota bahkan sekali kerja di luar negeri dari pada kerja di Cilacap. Papa saya karyawan swasta yang bekerja berdasarkan proyek, kalau kata Mama saya sih “orang proyek” istilahnya. Jadi harus rela kerja jauh dari keluarga dan berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain kalau mau dapur tetep ngebul. Selama 51 tahun hidupnya Papa sudah menjelajah ke Cilacap (Papa saya asli Kebumen), Banjarnegara, Jakarta, Balikpapan, Gresik, Indramayu, Kucing (Malaysia), Timika, terakhir Banjarmasin. Papa saya berangkat dari keluarga yang serba pas-pasan dengan Ayah yang bekerja sebagai Na’im (Kayim atau Ulama) merangkap petani. Dengan kondisi pas-pasan Papa harus berbagi dengan 7 saudara kandungnya tapi Alhamdulillah Papa masih bisa lanjut sekolah sampai STM. Dengan hanya berbekal STM Papa mana punya kesempatan untuk kerja di BUMN terkenal atau PNS yang dulu (sekarang juga masih kok, hehe) terkenal harus punya “Orang Dalam” atau duit. Papa ngga punya “orang dalam” apalagi duit. Jadi Papa kerja apa saja asal halal. Dari situ Papa mulai sering kerja ikut proyek ini itu terutama setelah punya Istri. Sekitar tahun 1980-an Papa sudah bisa membiayai kuliah Tante saya (adek Mama, Mama yatim waktu masih kecil) di Unpas sampai selesai padahal waktu itu Kakak saya aja masih kecil. Papa betul-betul tulang punggung keluarga, ada banyak nyawa dan masa depan yang tergenggam di tangannya. Papa bukan ngga pengen ditemenin sama keluarganya tapi Papa ngga mau nyusahin keluarganya. Kalau keluarganya ikut kemanapun Papa kerja, nanti gimana pendidikan anak-anaknya kalau terus-terusan pindah kota? Belum lagi kondisi lokasi kerja Papa di proyek yang jauh dari nyaman, jauh dari kota, jauh dari fasilitas-fasilitas yang memadai untuk tumbuh kembang anak. Sekarang setelah Papa udah ngga muda dan dua anaknya udah jadi sarjana, Papa diminta berhenti kerja oleh para Sesepuh keluarga. Ini pilihan yang dilematik karena saya tau di lubuk hati yang terdalam Papa sudah capek. Impian Papa adalah berhenti kerja dan buka bengkel di rumah tapi Papa memilih untuk tetap kerja sampai kontraknya habis untuk mewujudkan mimpinya yang lain, membiayai kuliah Adek saya yang sekarang masih kelas 3 SLTP. Padahal saya dan kakak saya sudah sepakat untuk membiayai kuliah si Adek tapi Papa punya pertimbangan sendiri, katanya : “kalian kan nanti punya keluarga sendiri yang juga butuh biaya, jadi biar Papa aja yang siapin biaya kuliah Ade, kalian nabung aja buat masa depan kalian, insya Allah kalo demi anak nanti diberi kemudahan dan kelapangan rizki oleh Allah”. Impian Papa yang lain adalah tinggal di rumahnya sendiri tanpa harus ikut anak-anaknya dan pergi haji bersama Mama dengan hasil keringat sendiri. Untuk mimpi-mimpi inilah Papa bertahan jauh dari keluarga. Biasanya sebelum mengambil jatah cutinya Papa udah woro-woro dulu ke Anak-anaknya biar bisa klop sama jadwal libur Anak-anaknya, biar puas juga kangen-kangenannya. Masa cuti Papa adalah masa balas dendam buat kami, memuaskan kerinduan dengan minta perhatian ini-itu ke Papa. Kalo udah gitu biasanya kita males bikin acara ma orang lain, mendingan di rumah atau pergi sama Papa.

Pria pertama dalam hidupku


  1. Kok ngga mirip yah ma Kakaknya?

Saya memang ngga mirip sama kakak saya karena saya sangat mirip Papa saya tapi suara saya mirip sekali sama suara kakak saya dan hanya Mama-Papa saya yang bisa membedakannya. Mungkin setelah lihat foto ini orang jadi tau siapa mirip siapa atau malah siapa yang ngga mirip, hehe..


siapa coba yang ngga mirip?


3. Jauh banget yah jarak ma Adeknya?

Jarak antara saya dan Adek saya 9 tahun. Tadinya Papa-Mama saya udah mau ikut program KB waktu saya kecil tapi waktu itu saya minta Adek trus setelah lihat beberapa saudara yang punya anak laki-laki Papa jadi pengen punya anak laki-laki juga. Waktu itu, ada perjanjian konyol di keluarga saya atas permintaan Kakak saya yang waktu itu udah SMU, “cewe atau cowo, ini terakhir kalinya punya Adek”. Tapi Allah Maha Baik, saya dikasih Adek cowo jadi ngga ada yang kecewa di keluarga saya apalagi waktu Mama bilang “udah cukup 3 anak, udah rame”.


adek saya, bukan pacar saya!

Inilah beberapa yang paling sering ditanyakan sebab sebagian orang menyimpulkan bahwa keluarga kami adalah keluarga yang aneh (Bapak dimana, Ibu dimana, Anak dimana) tapi biar aja orang mau ngomong apa tentang keluarga kami nyatanya kami bahagia dengan kehidupan kami yang ‘abnormal’ dan ini justru membuat kami dekat satu sama lain meskipun kenyataannya kami tinggal berjauhan. Kami jadi selalu menghargai setiap momen ketika kami berkumpul di rumah.

29 Desember 2008

Happy Birthday and Happy Mom’s Day..

Buat saya Mama adalah sumber inspirasi, kekuatan, sekaligus motivasi terbesar dalam hidup saya. Arti Mama buat saya seperti penggalan lirik yang ditulis Dee Lestari di lagu Malaikat Juga Tahu, “..tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan, namun kasih ini silahkan kau adu, malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya..”. Mama tak bersayap, tak cemerlang, dan tak lagi rupawan karena usia tapi buat saya Mama adalah malaikat karena:

Mama bukan guru tapi mengajari anak-anaknya banyak hal,

Mama bukan dokter tapi tahu obat terbaik ketika anak-anaknya sakit,

Mama bukan cheerleader tapi selalu men-support anak-anaknya,

Mama bukan psikiater tapi tahu cara terbaik menenangkan anak-anaknya,

Mama bukan psikolog tapi tahu kelebihan dan kekurangan anak-anaknya,

Mama bukan hakim tapi selalu bijaksana dan adil,

Mama bukan akuntan atau manajer tapi pintar sekali mengatur uang,

Mama bukan chef tapi masakan Mama paling yummy,

Mama bukan polisi tapi bisa lebih galak dari polisi ketika anak-anaknya disakiti,

Mama bukan wonder woman tapi bisa melakukan segala hal untuk anak-anaknya,

Mama tak perlu indra keenam untuk tahu ada yang tidak beres dengan anak-anaknya,

Mama selalu tahu yang terbaik bagi anak-anaknya,


So, I Love You, Ma..

Happy Birthday, Ma..

Happy Mom’s Day, Ma..